Jumat, 29 Februari 2008

penelitianku.. asyik deh:)

“Nias di Perantauan”
(Studi Kasus Di Komplek Pantai Burung ( Medan Maimun ) dan Jalan Berdikari, Padang Bulan ( Medan Selayang) )

Fenomena sosial yang terjadi pada masyarakat Nias di tanah perantauan khususnya di kota Medan, baik dalam mencari pekerjaan (untuk bertahan hidup), bersosialisasi dengan lingkungan tempat mereka tinggal, cara mereka mempererat hubungan dengan sesama perantauan dari Nias dan sebagainya sangatlah beragam.

Sebelum saya meneruskan penelusuran studi kasus yang telah saya lakukan, bersama-sama dengan rekan-rekan saya “Nigd”, terlebih dahulu saya ingin mengajak kita semua untuk mengulas kembali salah satu teori Antropologi Psikologi yang menurut saya dapat menjadi acuan masyarakat Nias dalam merantau.

Konsep yang saya pakai yakni “Teori Kepribadian Orang Modern Aleks Inkeles” seorang gurubesar ilmu sosiologi di Universitas Harvard. Menurutnya tujuan utama pembangunan ekonomi adalah memungkinkan setiap orang untuk mencapai taraf hidup yang layak. Sama halnya dengan beberapa masyarakat Nias yang merantau ke Medan ini bermodalkan keberanian mengadu nasib agar kehidupannya lebih layak lagi. Alasan lainnya misalnya ingin menambah pengalaman (membuka diri dengan suatu perubahan diluar perspektif pemikirannya sebelumnya). Dan ini telah melukiskan adanya perubahan watak dari masyarakat Nias dari yang tradisional menjadi modern.

Namun apa yang dimaksudkan dengan manusia modern itu? Jawaban terhadap pertanyaan itu tidak dapat tidak akan bersifat kontroversional, dan hampir tidak seorangpun yang membicarakannya tanpa terusik emosionalnya. Sebabnya tidak sulit dicari : Pertama, perubahan manusia dari yang lebih tradisional menjadi lebih modern, sering berarti melepaskan cara berpikir dan berperasaan yang telah berpuluh-puluh tahun serta berabad usianya, dan meninggalkan cara ini seringkali tampaknya seolah-olah meninggalkan prinsip.

Kedua sifat yang membuat seorang menjadi modern itu tidak sering tampak sebagai suatu ciri yang netral tetapi merupakan ciri dari orang-orang Eropa, Amerika, atau orang Barat pada umumnya yang hendak dipaksakan pada orang lain, untuk menjadikan mereka sama seperti orang Barat tersebut. Ketiga, kebanyakan ciri yang disebut modern itu dan dengan demikian yang diinginkan sesungguhnya tidak berguna atau cocok bagi kehidupan dan keadaan dari mereka, yang dianjurkan atau dipaksakan memilikinya. Cirikhas orang modern ada dua macam : yaitu yang satu merupakan ciri luar(lingkungan alam), dan ciri dalam (sikap, nilai dan perasaan)

Sedangkan menurut Inkeles, ciri orang modern sedikitnya ada sembilan, yakni :
• Mempunyai kesediaan untuk menerima pengalaman baru dan keterbukaan bagi pembaharuan dan perubahan.
• Berpandangan luas, tidak terpukau pada masalah disekitar hidupnya saja, melainkan juga dari masalah Negara atau dunia;
• Tidak mementingkan masa lampau, melainkan masa kini dan masa yang akan datang, selain itu juga menghargai waktu sehingga terikat padanya;
• Suka bekerja dengan perencanaan dan organisasi yang ketat;
• Yakin akan kemampauan manusia, untuk menguasai alam dan tidak lagi menyerahkan hidupnya kepada kemampuan alam, tidak lagi menyerahkan hidupnya kepada kemampuan alam.
• Yakin bahwa kehidupannya dapat diperhitungkan dan bukan ditetapkan oleh nasib.
• Bersedia menghargai martabat orang lain, terutama wanita dan anak-anak
• Percaya pada ilmu pengetahuan dan teknologi
• Menganut prinsip bahwa ganjaran seharusnya diberikan susuai dengan tindakan/prestasi dan bukan karena kedudukan dan kelahiran seseorang, dengan kata lain mengusahakan adanya keadilan dalam pembagian (Inkeles:154-157)

Pemaparan diatas rasanya kurang lengkap jikalau saya tidak langsung melakukan penelitian terhadap objek yang menjadi sasaran utama saya yaitu masyarakat “Nias di perantauan” khususnya di kota Medan. Dalam hal ini kami lebih mempersempit penelitian kami khususnya masyarakat Nias yang bekerja di sector formal saja.

Penelitian yang telah kami lakukan yakni sebanyak 2 kali. Yang pertama di komplek Pantai Burung tanggal 30 September 2007 dan yang kedua di jalan Berdikari, Padang Bulan tanggal 1 Oktober 2007. Dalam hal ini focus pertanyaan kami yakni, mengapa informan lebih memilih kota medan sebagai tempat merantau ( alasan informan meninggalkan kampung halaman)? dan bagaimana bertahan hidup di tanah rantau?. Seperti halnya penelitian Antropologi pada umumnya, cara pengumpulan data pada dasarnya menggunakan metode etnografi yakni yang bersifat wawancara( mewawancarai orang asli dari Nias) dan pengamatan(tingkah laku mereka) serta Focus Group Discusion( FGD ).

Dalam wawancara yang kami lakukan informan rata-rata memberi jawaban yang hampir sama bahwasanya mereka memilih kota Medan dan meninggalkan kampung halamannya dengan alasan ingin menambah pengalaman, ingin lebih maju, dan ingin mendapat pekerjaaan yang layak ( intinya mereka mengingini sebuah perubahan bagi perjalanan karya mereka). Cara informan bertahan di kota Medan ini dengan bekerja di bidang apa saja contohnya menjadi seorang karyawan, berwiraswasta, dll.


Secara Antopologi Psikologi, saya melihat di tempat penelitian, orang Nias dari tanah rantau banyak dikelilingi oleh suku bangsa lain misalnya Batak, Minang , Cina, India Tamil dll. Artinya dalam proses kehidupan sehari-hari perspektif pemikiran mereka harus bisa terbuka dan berbagi dengan orang diluar sukunya, jika tidak maka mereka tidak bisa bertahan hidup ditanah rantau.

Dalam perspektif Antropologi selain aspek antropologi psikologi yang berkaitan dalam kehidupan masyarakat Nias di perantauan , Antropologi Gender dan kaitannya dengan 7 unsur kebudayaan, salah satunya yakni Organisasi Sosial juga berkaitan .

Dilihat secara Antropologi Gender, sebagai suku bangsa Nias asli saya melihat bahwasanya saat ini orang Nias yang merantau selain pria ada juga wanita. Padahal dulu seorang wanita Nias dilarang untuk merantau diluar daerah. Hal ini disebabkan karena wanita pada dasarnya dianggap makhluk paling lemah dan hanya sebagai pekerja didalam rumah saja. Artinya disini telah adanya kesetaraan gender bahwasanya wanita bisa merantau dan juga bisa bertahan hidup di tanah rantau. Dan sudah adanya pola pikir yang maju bagi orangtua untuk mengizinkan anak gadisnya merantau.

Organisasi social merupakan salah satu wadah bagi masyarakat Nias ditanah rantau untuk mengenal dan mempererat hubungan kekerabatannya. Biasanya ini dilakukan melalui wadah yang dinamakan jula-jula, persatuan marga-marga (contohnya perkumpulan marga Zai), dan kegiatan-kegiatan budaya ( contohnya yang telah terlaksana tanggal 25 november 2007 tahun lalu yakni pada acara “Malam Pesona Budaya Nias” yang diselenggarakan salah satu lembaga yang peduli akan perkembangan Nias yakni lembaga “Futirai Ana’a(Furai) di Hotel Danau Toba, Medan).

Kesimpulannya antropologi psikologi, antropologi gender, dan organisasi social sangatlah erat kaitannya pada apa yang dilakukan oleh perantau asal Nias dan dalam bertahan hidup. Terimakasih

Data pendukung :
1. Nama-nama informan:
• Ibu Maria ( umur 32 tahun, pekerjaan wiraswasta )
• Yenni Telambanua (umur 24 tahun, pekerjaan karyawan rumah makan)
• Sitisari Zai (umur 22 tahun, karyawan penjualan barang-barang elektonik)
• Masi Zai (umur 25 tahun, karyawan Rumah Makan)
• Cornelius Zalukhu ( 34 tahun, tukang becak )
2. Interview guide :
• Mengapa informan memilih kota Medan ?
• Cara bertahan di kota Medan?
• Siapa yang mengajak dari Nias?
• Berapa lama di kota Medan?
• Berapa kali informan kembali ke Nias selama ia berada di Medan?
• Dll

3. Ucapan terimakasih :
• Dosen pengasuh mata kuliah Antropologi Psikologi dalam hal ini Drs.Agustrisno dan Dra Nita Savitri, M.hum.
• Rekan-rekan “Nigd” ( Nias Group Discusion) dalam hal ini Ronald, Mey, Hery, Minar, Charles dan dosen pembimbing Nigd Drs. Agustrisno.
• Dan semua pihak yang turut membantu terselesaikannya artikel ini.

4. Saran dan Kritik
Dalam hal ini penulis juga mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun dari pembaca sekiranya dalam penulisan ini masih ada kekurangan yang kedepannya sebaiknya diperbaiki baik dalam penulisan, ejaan kata dan sebagainya, karena tiada manusia yang sempurna di dunia ini. Terimakasih


Referensi:
• Suryadinata, dkk, 2003 “Penduduk Indonesia: Etnis Dan Agama Dalam Perubahan” : Pustaka LP3ES Indonesia.
• Nasution M Arif, 1997 “Mereka Yang Kesebrang “ Proses Transmigrasi Tenaga Kerja Indonesia ke Malaysia, Medan USU Press.
• Dananjaya, James, 1994 “ Antropologi Psikologi” , Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.
• Koentjaraningrat, 1981, “ Pengantar Antropologi”, Jakarta UI Press.
• Rahardja Pratama, 2004 “ Dasar-dasar Demografi”, Jakarta : Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia